
Kalau lo pernah lihat gambar cowok gondrong pake baret bintang di kaos atau mural dinding, ya itulah Che Guevara — ikon revolusi yang mukanya lebih sering nongol di poster anak kampus daripada di buku sejarah sekolah. Tapi siapa sih sebenarnya Che Guevara ini? Cuma simbol perlawanan? Cuma rebel tanpa sebab? Atau memang bener-bener pejuang sejati?
Yuk, kita kulik kisah hidup Che Guevara — pria yang lahir sebagai dokter, tapi milih angkat senjata buat ngelawan ketidakadilan. Ini bukan kisah dongeng, bro, ini kisah nyata tentang keberanian, idealisme, dan juga kontroversi. Lo siap? Gaskeun!
Anak Baik-Baik dari Argentina
Nama lengkapnya Ernesto Guevara de la Serna, lahir pada 14 Juni 1928 di Rosario, Argentina. Guevara kecil berasal dari keluarga kelas menengah, orang tuanya cukup terdidik dan banyak baca buku. Dari kecil, Che udah menunjukkan minat besar sama literatur dan filsafat. Gak heran sih, rumahnya aja penuh buku dari Karl Marx sampai Freud.
Satu hal yang bikin hidupnya beda: Che punya asma kronis. Tapi penyakit itu gak bikin dia lemah. Malah dia jadi makin keras kepala dan punya tekad kuat. Gak mau dikasihani, dia malah sering naik gunung, main rugby, dan keliling naik motor. Nah, petualangan ini yang bakal ngebentuk pikirannya nanti.
Perjalanan Motor: Jalan Menuju Kesadaran Sosial
Tahun 1951, Che memutuskan buat naik motor keliling Amerika Selatan bareng temennya, Alberto Granado. Perjalanan ini bukan cuma buat senang-senang, tapi malah jadi titik balik hidupnya. Di jalan, Che ngelihat langsung kemiskinan, ketimpangan, penindasan, dan kekejaman sistem kapitalis terhadap rakyat kecil.
Dari pengungsi di Chile, buruh tambang di Peru, sampai pasien kusta di Amazon — semuanya bikin dia mikir ulang soal tujuan hidupnya. Setelah balik ke Argentina, Che lulus jadi dokter, tapi hatinya udah gak bisa duduk tenang di ruang praktik. Dunia luar memanggil, dan dia siap buat jadi lebih dari sekadar dokter.
Ketemu Fidel Castro dan Revolusi Kuba
Tahun 1954, Che mampir ke Meksiko dan takdir mempertemukannya dengan Fidel Castro, pemimpin gerakan perlawanan yang pengin ngejatuhin diktator Kuba, Fulgencio Batista. Che langsung klik dengan ideologi revolusioner Fidel. Gak pake mikir panjang, Che gabung dengan gerilyawan dan siap berjuang.
Tahun 1956, mereka nyebrang ke Kuba naik kapal kecil bernama Granma. Awalnya cuma segelintir orang, tapi mereka mampu membangun kekuatan lewat taktik gerilya. Che dikenal sebagai komandan lapangan yang tegas dan berdedikasi. Pasukan revolusi makin besar, dan pada 1 Januari 1959, Havana jatuh ke tangan mereka. Batista kabur, dan revolusi menang!
Dari Komandan Jadi Menteri
Abis revolusi, Che gak pulang kampung. Dia malah dikasih tanggung jawab gede di pemerintahan Kuba. Mulai dari Menteri Industri, kepala Bank Nasional, sampai diplomat yang keliling dunia nyari dukungan buat revolusi sosialis. Gokil, dari hutan ke ruang rapat internasional!
Tapi Che bukan tipikal pejabat glamor. Dia hidup sederhana, tidur di kasur tipis, kerja keras, dan tetap jaga prinsip. Dia dorong Kuba buat mandiri secara ekonomi dan lepas dari ketergantungan sama AS. Dia juga ngedukung gerakan revolusi di negara lain, dari Kongo sampai Vietnam.
Pergi Meninggalkan Jabatan Demi Perjuangan Baru
Tahun 1965, Che nulis surat pamit dari semua jabatannya di Kuba. Dia gak mau cuma duduk manis di kursi pemerintahan, dia pengin tetap di medan perang, ngelawan ketidakadilan di tempat lain. Dengan diam-diam, dia pergi ke Kongo buat bantu revolusi di sana, tapi gagal total karena kurang dukungan dan kondisi politik yang kacau.
Tapi Che gak nyerah. Target selanjutnya: Bolivia. Di tahun 1966, dia menyamar dan masuk ke pedalaman Bolivia buat bangun gerakan gerilya. Sayangnya, kali ini dia gak seberuntung di Kuba. Dukungan rakyat minim, komunikasi buruk, dan pasukan pemerintah dibantu CIA makin intens ngejar dia.
Akhir Tragis di Bolivia
Tanggal 8 Oktober 1967, Che tertangkap di hutan Yuro, Bolivia. Sehari kemudian, tanpa proses pengadilan, dia dieksekusi mati oleh tentara Bolivia atas perintah CIA. Umurnya saat itu baru 39 tahun. Dunia pun geger.
Meskipun tubuhnya tiada, semangat Che tetap hidup. Foto-fotonya, kutipan pidatonya, dan terutama wajah ikoniknya jadi simbol perlawanan di seluruh dunia. Dari gerakan mahasiswa sampai seniman jalanan — semua ngehormatin semangatnya.
Kontroversi dan Warisan
Ngomongin Che Guevara gak bisa lepas dari kontroversi. Buat banyak orang, dia adalah pahlawan revolusi. Tapi ada juga yang nyebut dia sebagai radikal berdarah dingin karena gaya kepemimpinannya yang keras dan keputusan eksekusi saat perang gerilya.
Tapi satu hal pasti: dia hidup sesuai prinsipnya. Dia gak cuma omdo. Dia tinggalin jabatan, rumah nyaman, dan status buat turun langsung ke lapangan, demi ideologi yang dia yakini.