Hans Geiger Ilmuwan di Balik “Geiger Counter” yang Bisa Deteksi Radiasi

Hans Geiger
Hans Geiger

Kalau kamu pernah nonton film atau dokumenter tentang nuklir, pasti pernah lihat alat yang bunyinya “tik-tik-tik” makin cepat kalau ada radiasi tinggi, kan? Nah, alat itu namanya Geiger counter, dan penciptanya nggak lain adalah seorang ilmuwan asal Jerman bernama Hans Geiger. Bukan, dia bukan tukang servis alat atau teknisi biasa, tapi seorang fisikawan jenius yang bantu membuka pintu pemahaman kita soal dunia atom dan radiasi.

Yuk, kita kenalan lebih jauh sama Hans Geiger — orang di balik teknologi deteksi radiasi yang sampai sekarang masih dipakai di berbagai bidang, mulai dari laboratorium nuklir sampai film zombie!

Siapa Sih Hans Geiger Itu?

Hans Wilhelm Geiger lahir pada 30 September 1882 di Neustadt an der Weinstraße, Jerman. Sejak muda, dia udah tertarik banget sama dunia ilmu pengetahuan, terutama fisika. Setelah menyelesaikan studinya di Universitas Erlangen, dia mulai meniti karier sebagai ilmuwan, dan pelan-pelan namanya mulai dikenal di dunia sains internasional.

Tapi, Geiger bukan cuma ilmuwan yang jago teori doang. Dia juga suka eksperimen, bikin alat, dan terlibat langsung di laboratorium. Bahkan, dari tangannya sendiri lah lahir salah satu alat deteksi radiasi paling penting di dunia: Geiger counter.

Kerja Sama dengan Ernest Rutherford

Karier Hans Geiger benar-benar melejit waktu dia kerja bareng Ernest Rutherford, salah satu fisikawan paling top di zamannya. Di awal abad ke-20, dunia sains lagi gencar-gencarnya mengulik soal partikel subatom dan struktur atom. Nah, Geiger dan Rutherford bareng-bareng melakukan eksperimen penting banget yang dikenal sebagai eksperimen hamburan emas atau gold foil experiment.

Dalam eksperimen itu, mereka menembakkan partikel alfa ke selembar tipis emas, lalu mengamati bagaimana partikel itu menyebar. Hasilnya? Mereka menemukan bahwa sebagian besar partikel alfa lewat begitu saja, tapi ada juga yang terpental. Dari situ, Rutherford — dengan bantuan Geiger — menyimpulkan bahwa atom punya inti padat di tengah, dan itu jadi dasar dari model atom modern yang kita kenal sekarang.

Tanpa Geiger yang telaten ngitung dan nyusun data, mungkin eksperimen itu nggak bakal sukses besar seperti yang kita tahu hari ini.

Munculnya Geiger Counter

Nah, sekarang kita sampai ke temuan paling terkenal: Geiger counter. Setelah eksperimen emas itu, Geiger merasa perlu ada alat yang bisa mendeteksi partikel-partikel kecil kayak alfa dan beta secara lebih praktis dan otomatis.

Akhirnya, pada tahun 1908, Geiger mengembangkan alat deteksi partikel. Tapi alat ini masih sederhana banget dan belum cukup praktis untuk penggunaan luas.

Barulah di tahun 1928, bersama mahasiswa bimbingannya yang bernama Walther Müller, Geiger menyempurnakan alat itu. Mereka menciptakan versi yang lebih sensitif, tahan lama, dan bisa dipakai mendeteksi radiasi alfa, beta, dan gamma. Dari situlah lahir alat yang sekarang kita kenal sebagai Geiger-Müller counter — atau lebih akrab disebut Geiger counter aja.

Alat ini bekerja dengan mendeteksi ionisasi gas di dalam tabung ketika partikel radiasi masuk. Setiap partikel yang terdeteksi akan menghasilkan bunyi “klik” atau “tik”. Makin tinggi radiasinya, makin cepat bunyinya.

Pentingnya Geiger Counter

Geiger counter bukan cuma keren karena bunyinya yang khas, tapi juga karena fungsinya yang luar biasa penting. Alat ini jadi garda depan buat deteksi radiasi di berbagai bidang:

  • Medis: buat ngecek kebocoran radiasi di rumah sakit atau klinik yang pakai peralatan nuklir

  • Militer: buat mendeteksi wilayah terkontaminasi senjata nuklir

  • Industri: buat pengujian bahan dan keamanan kerja

  • Penelitian ilmiah: untuk eksperimen partikel dan fisika nuklir

  • Lingkungan: untuk memantau area sekitar PLTN atau lokasi bencana nuklir kayak Chernobyl atau Fukushima

Tanpa Geiger counter, banyak pekerjaan penting bisa jadi berbahaya banget karena radiasi itu musuh yang tak terlihat.

Akhir Hidup dan Warisan Ilmiah

Hans Geiger terus berkarya dan mengajar di berbagai universitas di Jerman. Tapi, hidupnya nggak lepas dari situasi politik saat itu. Di era Nazi Jerman, dia tetap aktif di dunia akademis, meskipun situasi politik saat itu rumit dan penuh tekanan, terutama untuk ilmuwan non-Arya.

Geiger meninggal pada 24 September 1945, hanya beberapa bulan setelah Perang Dunia II berakhir. Tapi, karya dan warisannya nggak ikut terkubur. Sampai hari ini, Geiger counter masih jadi alat utama dalam deteksi radiasi — dari laboratorium modern sampai ke tim penyelamat bencana nuklir.

Pelajaran dari Hans Geiger

Dari kisah hidup Hans Geiger, kita bisa ambil beberapa pelajaran penting:

  1. Fokus dan ketekunan itu kunci – Eksperimen bukan cuma soal ide, tapi soal kerja keras dan perhatian ke detail, seperti yang dia tunjukkan dalam eksperimen Rutherford.

  2. Kolaborasi itu penting – Kerja sama dengan ilmuwan lain (kayak Rutherford dan Müller) ngebuktiin kalau inovasi besar sering lahir dari kerja tim.

  3. Ilmu punya dampak nyata – Penemuannya bukan sekadar teori di atas kertas, tapi bener-bener dipakai untuk menyelamatkan nyawa dan menjaga keamanan manusia dari radiasi.

Hans Geiger mungkin bukan nama yang sering kamu dengar di kelas atau berita, tapi tanpa dia, dunia sains — terutama dunia nuklir — akan sangat berbeda. Geiger counter yang dia ciptakan jadi mata dan telinga kita untuk mengintip sesuatu yang tak terlihat: radiasi.

Jadi, kalau suatu saat kamu melihat alat deteksi radiasi berderit “tik-tik-tik”, ingatlah bahwa bunyi itu adalah warisan dari seorang ilmuwan yang bernama Hans Geiger — sosok yang berani menyelami dunia tak kasat mata demi kemajuan ilmu pengetahuan dan keselamatan manusia.

Scroll to Top