Ludwig van Beethoven Si Jenius Tuli yang Musiknya Gak Mati-Mati

ludwig van beethoven
ludwig van beethoven

Kalau lo mikir musik klasik itu cuma buat orang tua atau ruangan fancy hotel, lo kudu kenal Ludwig van Beethoven dulu. Nih orang bukan cuma jenius, tapi juga punya kisah hidup yang bisa bikin kita angkat topi dan bilang: “Gila, segigih itu ya orang zaman dulu!”

Beethoven itu bukan cuma nama besar di dunia musik klasik, tapi juga simbol ketekunan, pemberontakan, dan semangat yang gak mati-mati walaupun hidupnya penuh rintangan. Dari kecil susah, tumbuh jadi komposer top, dan tetap bikin karya abadi walau kupingnya udah gak bisa denger — bro, ini level dewa!

Lahir di Tengah Tekanan: Anak Musisi yang “Dipaksa” Jadi Mozart Kedua

Ludwig van Beethoven lahir di Bonn, Jerman, tanggal 17 Desember 1770 (ya, kurang lebih segituan lah, karena catatan resmi kadang gak jelas). Dia anak kedua dari tujuh bersaudara, tapi cuma tiga yang selamat sampai dewasa. Ayahnya, Johann van Beethoven, adalah penyanyi tenor yang juga doyan minum. Nah, bapaknya ini ngegas banget pengen anaknya jadi seperti Mozart, komposer cilik yang udah ngetop duluan.

Makanya dari kecil Beethoven udah digembleng keras. Latihan piano, biola, dan organ berjam-jam tiap hari. Bahkan katanya pernah dipaksa main musik tengah malam sambil nangis-nangis. Bayangin aja, bocah SD udah dibentak kayak tentara.

Jagoan Cilik yang Gak Banyak Bacot

Walaupun hidupnya keras, bakat Beethoven udah keliatan sejak kecil. Di umur 12 tahun, dia udah nulis komposisi sendiri dan kerja jadi asisten organis. Usianya masih bocah, tapi cara main pianonya udah bisa bikin orang dewasa melongo. Gaya permainannya bertenaga dan penuh ekspresi, beda dari anak-anak lain.

Waktu umurnya 17 tahun, dia sempet ke Wina buat ketemu Mozart. Katanya, Mozart sampe bilang, “Ingat-ingat nama dia, dia bakal bikin dunia heboh suatu hari nanti.” Gokil gak tuh? Dapet validasi dari komposer paling hits saat itu!

Pindah ke Wina: Tempat Segalanya Dimulai

Tahun 1792, Beethoven pindah ke Wina buat belajar sama Joseph Haydn. Nah, di sinilah dia mulai bersinar. Gak cuma sebagai pianis jempolan, tapi juga komposer yang gak mau nurut sama aturan zaman. Dia mulai eksperimen sama struktur musik, harmoni, dan emosi yang dituang ke dalam karya.

Lagu-lagunya penuh “drama” — dari lembut banget sampe meledak-ledak kayak roller coaster. Orang-orang mulai sadar, Beethoven ini bukan copy-paste dari Mozart atau Haydn, tapi punya suara unik sendiri.

Kabar Buruk: Telinga Mulai Bermasalah

Nah, ini bagian yang paling menyayat hati. Di akhir usia 20-an, Beethoven mulai ngerasa telinganya bermasalah. Telinganya berdenging terus dan lama-lama gak bisa denger nada tinggi. Semakin parah, dia mulai tuli total. Buat seorang musisi, ini bencana besar, bro.

Bayangin lo kerja sebagai fotografer tapi matanya perlahan buta. Atau atlet sepak bola yang kakinya pelan-pelan gak bisa gerak. Itu yang dirasain Beethoven. Bahkan dia sempat mau bunuh diri karena depresi.

Tapi… dia gak nyerah.

Heiligenstadt Testament: Surat Patah Hati tapi Penuh Semangat

Tahun 1802, dia nulis surat ke dua adiknya yang dikenal sebagai Heiligenstadt Testament. Isinya? Curhatan tentang penderitaan dan keinginannya buat mati. Tapi di akhir surat itu, dia bilang kalau dia masih punya tujuan: musik.

Dari titik itu, Beethoven berubah. Dia makin brutal dalam bermusik — bukan dalam arti keras, tapi makin ekspresif dan berani ngelanggar pakem-pakem klasik. Dia mulai masuk ke “era heroik” dalam kariernya.

Simfoni, Sonatina, dan Karya yang Gak Masuk Akal

Setelah makin tuli, justru dia bikin karya-karya yang jadi legenda. Simfoni No. 3 “Eroica”, misalnya, awalnya didedikasikan buat Napoleon Bonaparte. Tapi begitu Napoleon jadi diktator, Beethoven marah dan hapus dedikasinya. Doi emang gak suka penjilat kekuasaan.

Terus ada Simfoni No. 5 — yang “ta-ta-ta-taaaa!” itu loh. Lagu ini semacam representasi dari nasib yang ngetuk pintu. Terus Simfoni No. 6 “Pastoral” yang menggambarkan alam, hujan, dan kedamaian.

Gak lupa juga karya legendaris Für Elise, yang entah ditulis buat siapa sebenernya, tapi jadi lagu wajib anak-anak belajar piano.

Simfoni Kesembilan: Karya Akhir Sang Dewa Musik

Karya paling epic-nya? Simfoni No. 9 in D Minor, yang diakhiri dengan “Ode to Joy.” Ini bukan cuma masterpiece, tapi revolusi dalam dunia musik klasik. Gak pernah sebelumnya ada simfoni yang masukin vokal dan paduan suara di bagian akhir. Liriknya angkat tema persaudaraan dan harapan — bener-bener karya yang melampaui zaman.

Waktu konser perdana, Beethoven udah tuli total. Dia berdiri di samping konduktor lain, cuma ngikutin getaran dan feeling. Setelah lagu selesai, penonton berdiri dan tepuk tangan meriah. Tapi dia gak tahu, sampai salah satu penyanyi menariknya supaya nengok ke penonton. Di situ, air mata turun.

Bro, lo kuat gak kalau baca segmen ini?

Akhir Hidup dan Warisan

Ludwig Van Beethoven meninggal tanggal 26 Maret 1827 di usia 56 tahun. Saat pemakamannya, ribuan orang turun ke jalan buat ngasih penghormatan terakhir. Bahkan saingannya, Franz Schubert, ikut ngusung peti matinya.

Dia gak punya anak, gak nikah, dan sebagian hidupnya kesepian. Tapi warisannya? Gak bakal mati.

Musiknya jadi fondasi dari era Romantik. Karyanya dipelajari dan dibawakan di seluruh dunia sampai hari ini. Dari konser simfoni, film, anime, sampai ringtone HP — Beethoven ada di mana-mana.

Kutipan Legendaris Beethoven

“Music is the mediator between the spiritual and the sensual life.”
— Ludwig van Beethoven

“I will seize Fate by the throat; it shall certainly not bend and crush me completely.”
— Ludwig van Beethoven

Fakta Unik Beethoven

🎹 Dia gak pernah mandi secara rutin. Bau? Mungkin. Tapi jenius tetap jenius.

🎧 Dia nempelkan tongkat ke piano dan menggigitnya biar bisa ngerasain getaran dari suara.

❤️ Dia sering jatuh cinta, tapi gak pernah berhasil nikah. Cinta-cintanya banyak bertepuk sebelah tangan.

🎶 Karyanya masih dipake buat film, game, anime, sampe iklan sabun. Gak lekang waktu!

Scroll to Top